Sejak kebijakan PPKM darurat muncul hingga berlevel level, hal tersebut membuatku semakin intorvert. Bagaimana tidak? dari pagi ketemu pagi lagi kuhabiskan semua waktuku hanya untuk rebahan di kamar kos. Tentu lama kelamaan situasi ini sangat membosankan.
Sore itu, sontak dalam kepalaku ingin sekali pergi berwisata. Menjauh dari kerumunan, membaur dengan alam, tidur beratapkan tenda dan menikmati suasana pantai yang damai adalah tempat pelarian terbaik bagiku.
Tidak banyak pikir panjang, kebetulan di kos-kosan hanya ada tiga orang temanku yang kerjaannya tiap hari sama seperti diriku yaitu rebahan. Akupun langsung mengajak mereka bertiga pergi jalan-jalan ke alam bebas. Awalnya aku berpikir ingin ngopi-ngopi santai di antara air terjun Coban Jahe. Sontak temanku menolak permintaanku, lalu ia menawarkan suasana yang lebih damai dan tenang yaitu camping di pantai.
Tanpa perdebatan lagi, kamipun langsung pergi menyewa tenda dan langsung tancap gas menuju pantai di pesisir selatan Kabupaten Malang.
Perjalanan Mencari Pantai
Perjalanan ini memang sangat dadakan dan tanpa perencanaan jauh jauh hari. Kami berangkat sore hari dari Kota Malang menuju ke pesisir selatan Kabupaten Malang. Di tengah perjalanan kami sempat mampir mampir mengisi bahan bakar di pom bensin. Di situ kami berdiskusi dan memutuskan untuk camping di pantai Banyu Meneng. Namun setelah menghabiskan 3 jam perjalanan dan tiba di sana sehabis magrib, ternyata pantai-pantai di Malang selatan pada saat itu tidak ada yang dibuka sebab penerapan PPKM masih berlaku.
Kamipun sempat bingung dan berhenti sejenak di pinggir jalan. Mau balik ke kos tapi nanggung, tidak pikir panjang pada saat itu kami berheti tepat di depan pintu masuk pantai Watu Leter yang bertuliskan tutup sementara. Tapi kami coba memaksakan kehendak untuk camping di pantai tersebut.
Setelah tiba di depan loket, kami dihadang penjaga pantai. Kami diberitahu bahwa sebetulnya pantai-pantai di Malang Selatan masih tutup sementara semenjak PPKM masih diberlakukan. Namun, pada saat itu karena waktu sudah larut malam, kamipun akhirnya diperbolehkan untuk camping di pantai Watu Leter dengan beberapa aturan yang harus kami jaga.
Deburan Ombak dan Keheningan Malam
Sehabis dari loket, kamipun berjalan melewati pepohonan cemara yang lebat dan gelap gulita. Setibanya kami tiba di bibir pantai, tidak butuh waktu lama lagi kami langsung mendirikan tenda dan mengeluarkan semua logistik dari tas.
Setelah itu, kami bersama-sama mencari ranting-ranting kayu untuk membuat api unggun dan mempersiapkan santapan makan malam berupa satu ekor ayam bakar yang kami pesan sore tadi sebelum berangkat ke pantai. Ditambah lagi seduhan kopi diiringi angin sepoi-sepoi dan disambut deburan ombak nan damai ditengah keheningan malam.
Sayangnya kami tiba ditempat ini malam hari. Bila saja kami tiba sore hari tadi, betapa indahnya matahari senja dengan cahaya keemasan tanpa ada awan yang menghalangi dia untuk tenggelam dengan damai di antara gelapnya malam.
Malam itu, pantai Watu Leter sungguh sepi sekali, tak ada seorangpun yang bermalam di pantai ini selain kami berempat yang mendirikan tenda bawah terangnya bulan purnama. Kamipun mulai menyalakan api unggun kecil-kecilan dan menikmati makan malam bersama.
Semalam itu, kami habiskan waktu dengan bercerita ngalor ngidul di bibir pantai dan ditemai rembulan yang memperlihatkan dirinya dengan sempurna seolah seperti bulan purnama. Yang kami lakukan hanya bisa bercerita hingga larut malam, sebab di sini tidak ada sinyal. Mungkin kita butuh rehat sejenak dari dunia maya, dan saatnya kita menikmati suasana yang damai dan tenang buatan tuhan.
Pagi Telah Tiba
Sekitar pukul 5 pagi salah seorang temanku membangunkanku, “heyy tangi tangi tangi.....!” akupun terbangun lalu keluar tenda. Tenyata saya sudah ditunggu oleh sang mentari berwana jingga yang muncul dari unjung timur.
Pagi itu deburan ombak cukup damai, suasana tenang tak banyak pengunjung disertai hembusan angin sepoi-sepoi sangat memanjakan pikiran seolah pagi itu penuh bahagia. Kami sudah tidak sabar ingin mengabadikan momen ini dengan berfoto-foto di sekeliling pantai.
Banyak sekali spot foto yang instagramable di pantai watu leter ini. Pantai watu leter ini memiliki beberapa pohon cemara di pinggir pantai yang rimbun dan hijau, cocok sekali digunakan untuk bertenduh kala terik matahari menyengat. Di sini ombaknya cukup tenang sehingga tepat sekali jika digunakan berenang. Setelah berfoto-foto ria, kami langsung menikmati diginnya air laut. Di sisi timur pantai Watu Leter ada sebuah teluk kecil seperti kolam renang, di situlah kami menyeburkan diri untuk berenang dan merasakan asinya air laut.
Pantai ini sebetulnya sama indahnya seperti pantai-pantai lain yang ada di Malang selatan. Umunya pantai di Malang selatan terdapat batu-batu karang yang menjulang di bibir bahari. Karang itu juga ada di pantai Watu Leter, ia menyambut kami seolah ingin meminta kami berfoto dengan dia. Salah satu karang yang menjadikan tempat ini dinamai pantai watu leter yaitu karena di sisi timur pantai ini terdapat karang yang salah satu ujung tebingnya berbentuk datar.
Selain itu, pemandangan di bibir pantai ini memang sudah tidak bisa diragukan lagi, indah sekali pokoknya. Pasir lembut dan batu karang yang menjulang tinggi telihat begitu indah sehingga menambah nilai eksotis pantai ini. Kalaupun terik matahari mulai menyengat, pantai ini juga terdapat pepohonan yang rimbun dan hijau, sehingga cocok sekali digunakan untuk berteduh.
Pagi itu, berbagai aktivitas kami lakukan di tempat ini, mulai mencari keong, main air, sampai tiduran di bibir pantai sambil menikmati karang di bibir bahari. Hingga pada akhirnya hari sudah mulai siang, kami langsung bergegas merapikan tenda dan barang-barang yang ada. Tidak butuh waktu lama, mungkin hanya butuh waktu setengah jam untuk merapikan barang-barang itu. Setelah itu, kami langsung berpamitan pulang dengan pantai Watu Leter.
Selamat
tinggal Watu Leter, saya pulang dulu ya... mungkin suatu saat nanti saya akan
kembali lagi ke sini! Terima kasih atas alamnya yang damai dan tenang.
0 Komentar