Tari Thengul merupakan tarian tradisional khas Bojonegoro yang terinspirasi dari wayang thengul. Gerakan tari thengul ini memiliki ciri khas yang relatif kaku patah-patah dengan ekspresi lucu sehingga memunculkan kesan humor dan menghibur ditambah dengan tata rias wajah menggunakan bedak putih ala topeng dan busana yang menyerupai wayang thengul.
Seni dan tarian ini hadir sebagai wujud apresiasi dan upaya mengangkan kembali warisan budaya yang hampir tenggelam di tengah peradaban. Menurut sumber sejarah, tari thengul ini diciptakan pada tahun 1991an oleh Joko Santoso dan Ibnu Sutawa. Awalnya mereka diminta oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bojonegoro untuk menciptakan suatu tarian kreasi baru yang akan ditampilkan pada acara Pekan Budaya Provinsi Jawa Timur. Setelah jadi dan ditampilkan pada acara tersebut, hasilnya sangat memuaskan dan mendapat apresiasi sebagai kategori penampilan terbaik. Dari situlah kemudian Tari Thengul banyak dikenal oleh masyarakat luas dan menjadi salah satu icon seni tari tradisional di Bojonegoro.
Dalam pertunjukkannya biasanya diawali dengan buka gender dan dilanjutkan dengan selantem bersama oklik. Kemudian penari keluar dengan jalan seperti pinokio dan dilanjutkan dengan buka cluluk, jogedan, playon, guyonan dan kemudian di tutup dengan kayon. Pertunjukkan tari ini diiringi oleh musik tradisional seperti oklik, ithik-ithik, biola dan gamelan laras slendro. Selain musik juga diiringi dengan tembang dan senggakan.
Yang membuat tarian ini lebih terkenal yaitu, pada tahun 2019 Tari Thengul kembali lagi dipentaskan dalam acara Thengul Internasional Folklore Festival (TIFF) yang merupakan kegiatan pertukaran kesenian dari 5 negara yaitu Bulgaria, Polandia, Meksiko, Thailand dan Indonesia yang diwakili oleh Bojonegoro dengan menyelenggarakan acara TIFF pada tanggal 18 Juli 2019. Pemkab Bojonegoro menghadirkan tari thengul ini sebagai ikon budaya dan nasi buwuhan sebagai ikon kuliner khas Bojonegoro.Dalam
acara tersebut, sebanyak 2.050 penari yang terdiri dari pelajar SD, SMP, SMA
kompak menari di sepanjang Jembatan Sosrodilogo dan sebanyak 26.310 nasi
buwuhan yang dihidangkan dihadapan masyarakat Bojonegoro dengan menghadirkan chef
Juna sebagai juri lomba Sego Buwuhan. Hasil penyelenggaraan acara tersebut berhasil
memecahkan rekor MURI sebagai penari terbanyak. Rekor ini tidak hanya untuk nasional
tetapi juga menecetak rekor dunia.
Tari Thengul ini dipentaskan dipentaskan lagi sebagai strategi membangkitkan semangat generasi muda Bojonegoro untuk menunjukkan minatnya mempelajari tarian ini sebagai bagian dari upaya pelestarian warisan budaya. Sebelumnya memang sudah diketahui bahwa Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI telah menetapkan tarian Thengul dan Kesenian Sandur sebagai salah satu Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia. Sehingga perlu dilakukan upaya pelestarian kesenian tersebut agar tetap terjaga dan lestari.
0 Komentar